Kamis, 31 Mei 2012

GURIT TENGAH WENGI

PERPISAHAN

Kerliping lampu ig pinggir kutha iki
Nadyan wes ora katon endah
Katutup dening endahing sliramu
Nadyan ati iki krasa lara

Tumetesing luh ning pipimu
Namung nambah nelangsane ati
Nelangsane ati marang kaendahan suci
Nadyan aku ora lila ngeculake sliramu

Merga, Namung sliramu sing dadi pangestuku
Namung dongamu sing dadi sanguku
Nadyan iki wes dadi kahanane awakku

                                                        29 Mei 2012

GURIT TENGAH WENGI


TRESNA SEMU

Nduk cah ayu . .
Sak bait gurit iki daktulis,
Nalika langit kebak mendung
Katon semu lelaku kang wus kepungkur

Nalika dak sawang ayune sliramu
Namung siji itakonku
Apa iya ??

Jebul tresnamu cethek 
Kaya kali kang kebak padas
Ringkih kaya kayu gapuk
Garing kaya jati aking
Aku wes ora duwe pangarep-ngarep maneh marang sliramu
Kang wes gawe larane atiku

                                                        31 Mei 2012

GURIT TENGAH WENGI


SWARANING NALA

Ewunan aksara kang ketata
Ora bisa nggenteni rasa
Rasaning tresna ing jero nala
Kaya dene ngoyak playune maruta

Nalika asih wis ora setya
Nalika tresna wis ngobong nala
Ati iki mung bisa nywara
Wenehana wangsulan sing cetha
Supaya ati ora ngumbar cubriya
Nuding kasih kang ora setya

                                        28 Mei 2012

GURIT TENGAH WENGI


TATUNING ATI

Cah ayu . .
Delenga rembulan kang katutup mega
Kang nuwuhake rasa sumumpel ing dhadha

Kertas sesuwek iki
Isi tatuning atiku
Gambaraning kethering lathiku

Nduk cah ayu . .
Kertas sesuwek iki
Dadia kacaning atimu
Kang bisa nutupi laraning atiku
Sewu rasa kang ilang
Bareng karo ilange sliramu

                                                30 Mei 2012 

GURIT TENGAH WENGI


TEMBANG-TEMBANG  KATRESNAN

Ing pinggir alun-alun kutha iki
Aku lan sliramu tansah gegojegan
Ndongeng crita katresnan

Nalika tembang-tembang tresna,
Dadi panglipur ati kang bingung
Nalika tembang-tembang tresna,
Bisa ngregani ati kang suwung

Cumloroting lampu kang menjila
Tuwuh ngrembaka ing rasa tresna
Mung siji pitakonku ??
Duh bocah ayu . .
Apa bisa sliramu dadi duwekku

                                                30 Mei 2012

GURIT TENGAH WENGI


GARISING GUSTI

Nalika tembang-tembang katresnan
Kacipta dening cumloroting cahya
Cahya kang katon cetha ing tengahing nala

Nalika tembang-tembang katresnan,
Kacipta dening ati kang suci
Kang wis ginaris kersaning Gusti
Nadyan ora reti tekaning pati
Mbuh mbesok mbuh wengi iki

Gusti . .
Apa iki urip sing sejati ??
Among kanggo ngenteni tekane pati
Tanpa ngerti katresnan sejati

                                                31 Mei 2012

GURIT TENGAH WENGI


SECUIL PITAKON

Ing tengahing wengi iki
Ing sepining wengi iki
Angin wengi kaya ngelingke marang sliramu
Sliramu sing nyata dak tresnani
Sliramu sing nyata dak sayangi
Secuil kertas iki nguncakake pitakon
Nanging, apa kabeh iki tulus saka jroning ati ?

Pengen rasane dak kubur  tatuning ati iki
Nadyan sliramu ora tau ngerti
Apa sing nyatane ana jero ati
Sewu rasa ilang saka urip iki
Nalika sliramu mlenjani janji

                                      31 Mei 2012

Rabu, 02 Mei 2012

ANALISIS KRITIK SASTRA SASTRA JAWA KUNA KAKAWIN


ANALISIS KRITIK SASTRA SASTRA JAWA KUNA KAKAWIN
“Beberapa Kakawin Minor Dari Kemudian Hari”

Dalam bab ini terkumpul bebrapa kakawin yang berbeda panjangnya dan waktu penulisannya dilakukan pada sejak akhir Majapahit (abad ke-17) sampai abad ke-19. Selain itu dari mutu literernya juga berbeda-beda, bebrapa masih cukup dekat dengan tradisi Jawa Timur. Selain itu juga terdapat beberapa kekurangan dalam teks kakawin tersebut. Cerita yang kurang menarik dan bervariasi dirasas masih kurang menarik. Banyaknya adegan pertempuran yang berkali-kali dan perwatakan yang kurang jelas dirasa sangat menjemukan. Kidung-kidung ini juga tercampur dengan unsur-unsur kebudayaan Bali. Selain itu dalam kidung ini tidak memperhatikan panjang pendek vokal dalam suku kata yang terbuka, demi metrumnya.Hampir semua pengarang kakwin ini tanpa memperhatikan kaidah-kaidah yang ada antara vokal panjang dan pendek.

             1.SUBHADRĀWIWĀHA (PERKAWINAN SUBHADRĀ) ATAU PĀRTHĀYANA      (PENGEMBARAAN ARJUNA)
Kakawin ini menceritakan tentang perjalanan-perjalanan suci Arjuna yang diambil dari Ādiparwa. Dalam edisi Jawa Kuna hanya terdiri dari beberapa halaman sajatetapi dalam kakwin terdiri dari 55 pupuh. Isi dari kakawin ini hampir sama dengan Adiparwa yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Disisni terlihat penyimpangan yang sama dengan Mahabarata versi Sansekerta. Nama kerajaan raja Citradahana pada epos Mahabarata disebut Manipura,dalam parwa Manayura dan dalam kakawin Mayura. Dalam Mahabarata apsari yang dibebaskandari kutukan disebut Nagra dalam parwa Sarwada dan dalam kakawin Puspamesi. Diduga pengarang menggunakan sumber dari versi parwa walaupun dengan sedikit perubahan.



    

2.ABHIMANYUWIWĀHA (PERNIKAHAN ABHIMANYU)
Kakawin ini merupakan adaptasi dari Wirataparwa. Bagian tutur-tutur langsung lebih singkat seperti pada perdebatan para Korawa dengan Pandawa. Dalam kakawin ini kita jumpai cukup bukti bahwa karya puisi menimba langsung dari prosa. Terjadinya pemakaian kata dan ungkapan yang berulang-ulang dalam konteks yang sama menjadi salah satu kelemahan. Penyair mengubah kakawin untuk menarik perhatian para pembaca. Banyak bagian deskriptif yang ditambahkan dan bagian naratif dipersingkat tanpa mengubah isinya.
             3.HARIWIJAYA (KEMENAGAN WISNU)
             Hariwijaya merupakan perkembangan dari kisah-kisah Adiparwa. Menurut bahasa, gaya dan teknik puitisasi kakawin ini mirip dengan Subhadrawiwaha dan Abhimanyuwiwaha dan mungkin juga berasal dari waktu yang sama.Karya ini memperluas cerita parwa yang ada dalam edisi Juynboll yang hanya terdiri dari empat halaman.Seperti halnya yang lain kita dapati dalam teks prosa selalu memperlihatkan penyimpangan nama-nama dari bentuk Sansekertanya.


ANALISIS KRITIK SASTRA KAPUSTAKAAN JAWA



SEJARAH SASTRA JAWA
ANALISIS KRITIK SASTRA KAPUSTAKAAN JAWA


  

A.    RINGKASAN CERITA
I.KITAB-KITAB JAWA KUNO YANG GOLONGAN TUA

Kitab-kitab pada masa ini merupakan kitab-kitab yang pajang dan memuat beberapa cerita penting seperti Ramayana dan kitab Kandha. Kitab pada masa ini berisikan tentang ajaran-ajaran hindu dan cerita-cerita besar yang sekarang ini menjadi abstraksi dalam cerita/lakon perwayangan. Misalnya saja pada kitab Ramayana yang berisikan tentang kehidupan prabu Rama. Berbentuk tembang dalam bahasa jawa kuno. Kemudian banyak juga kitab-kitab yang tertulis dalam bentuk prosa, seperti kitab Sang Hyang Kamahayanikan dan kitab Parwa. Yang berisikan tentang ajaran-ajaran Budha-Mahayana. Kitab parwa berisikan epos cerita mahabarata. Epos Mahabharata juga mengalami tambahan-tambahan dari berbagai pengarang penyair dari masa ke masa. Namun demikian, inti pokok uraiannya tidak perlu diragukan merupakan basis kenyataan-kenyataan dalam tradisi Hindu di jaman dahulu . Kitab parwa terdiri dari :
  1. Adiparwa memuat asal-usul dan sejarah keturunan keluarga Kaurawa dan Pandawa; kelahiran, watak, dan sifat Dritarastra dan Pandu, juga anak-anak mereka; timbulnya permusuhan dan pertentangan di antara dua saudara sepupu, yaitu Kaurawa dan Pandawa; dan berhasilnya Pandawa memenangkan Dewi Draupadi, putri kerajaan Panchala, dalam suatu sayembara.
  2. Sabhaparwa melukiskan persidangan antara kedua putra mahkota Kaurawa dan Pandawa; kalahnya Yudhistira dalam permainan dadu, dan pembuangan Pandawa ke hutan.
  3. Wirataparwa mengisahkan kehidupan Pandawa dalam penyamaran selama setahun di Negeri Wirata, yaitu pada tahun ketiga belas masa pembuangan mereka.
  4. Udyogaparwa memuat usaha dan persiapan Kaurawa dan Pandawa untuk menghadapi perang besar di padang Kurukshetra.
  5. Bhismaparwa (Buku Mahasenapati Bhisma): menggambarkan bagaimana balatentara Kaurawa di bawah pimpinan Mahasenapati Bhisma bertempur melawan musuh-musuh mereka.
  6. Asramawasanaparwa menampilkan kisah semadi Raja Dritarastra, Dewi Gandhari dan Dewi Kunti di hutan dan kebakaran hutan yang memusnahkan ketiga orang itu.
  7. Mausalaparwa menggambarkan kembalinya Balarama dan Krishna ke alam baka, tenggelamnya Negeri Dwaraka ke dasar samudera, dan musnahnya bangsa Yadawa karena mereka saling membunuh dengan senjata gada ajaib.
  8. prashthanikaparwa menceritakan bagaimana Yudhistira meninggalkan takhta kerajaan dan menyerahkan singgasananya kepada Parikeshit, cucu Arjuna, dan bagaimana Pandawa melakukan perjalanan suci ke puncak Himalaya untuk menghadap Batara Indra.
  9. Swargarohanaparwa menceritakan bagaimana Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula, Sahadewa dan Draupadi sampai di pintu gerbang surga, dan bagaimana ujian serta cobaan terakhir harus dihadapi Yudhistira sebelum ia memasuki surga.
  10. Kundjarakarna, serat yang juga berbahasa gancar. Serat milik orang agama Budha-Mahayana ini dilihat dari bahasanya masih seumuran dengan serat-serat Parwa. Isi dari serat ini berceriata tentang makhluk yang bernama Kundjarakarna yang ingin menjadi manusia datang menghadap Bathara Wairotjana.

II.            KITAB JAWA KUNA YANG BERTEMBANG
Dalam bab ini dijelaskan kitab-kitab yang berisikan kitab yang berbentuk tembang (tembang gede). Tembang ini menurutkan syarat-syarat hindu yang tidak boleh berubah sedikitpun. Dalam hal ini juga sering disebut sebagai kakawin. Kakawin adalah sebuah bentuk syair dalam bahasa Jawa Kuna dengan metrum yang berasal dari India. Bab ini terdiri dari 10 kitab kakawin.

  1. 1.  Arjunawiwaha, berceritakan kisah Arjuna yang diminta para dewa untuk membunuh Nitwatakawaca, yang juga termasuk kitab ke tiga Mahabarata.
  2. 2.      Kresnayana, berceritakan kehidupan prabu Kresna saat dia melarikan Dewi Rukmini.
  3. 3.      Sumanasantaka, mengisahkan cerita lahirnya prabu Dasarata di negeri Ngayodya.
  4. 4.      Smaradahana, menceritakan kisahbathara Kamajaya ketika tertunu.
  5. 5.      Bhomakawya, menceritakan peperangan antara Prabu kresna dengan Sang Bhoma.
  6. 6.      Bharatayudha, menceritakan kisah peperangan antara Pandawa melawan Korawa.
  7. 7.      Hariwangsa, isi ceritanya hampir mirip dengn kitab kresnayana namun ada beberapa yang berbeda.
  8. 8.      Gathotkacasraya, menceritakan kehidupan pandhawa selama menjalani hubungan buang 12 tahun.
  9. 9.      Wretasancaya, berisi tentang pelajaran tembang-tembang besar.
  10. 0.  Lubdhaka, berisi kisah seorang pemburu yang masuk kedalam surga.


III.            KITAB-KITAB  JAWO KUNA YANG TERGOLONG BARU

Golongan ini memiliki cirri-ciri yang hamper sama dengan kitab golongan tua, yaitu :
1.    Nama raja, yang disebutkan berhubungan dengan kitab lainnya
2.    Waktu
3.    Lawan bahasa
4.    Serat jawa kuna yang lebih tua menjadi induk karangan
5.    Menceritakan apa yang ada di tanah jawa

Kitab-kitab yang berinduk kitab Jawa kuno adalah :

  1.  Brahmanandapurana, dalam bab ini menceritakan seorang ratu yang bernama Sang Sri Prakretiwiraja, Karena tidak ada kitab yang bias menjelaskan lebih tentang Sang Sri Praketiwiraja maka pengkajian tidak dilanjutkan.
  2.  Kunjarakarna, Serat ini adalah serat yang dimilki oleh agama Budha-Mahayana. Jadi seperti serat Sang Hyang Kamahayanikan. Di dalam serat ini penataan bahasa-bahasanya sangat bagus sehingga mudah untuk di pahami.
  3.   Nagarakertagama, serat ini menceritakan keadaan di Majapahit dengan  berdirinya Prabu Hayam Wuruk raja di tanah Jawa berdiri pada tahun 1272-1311 (1350-1389 tahun Masehi). Sebagian besar serat ini adalah serat yang diambil dari tanah Balambangan, lalu kembali dan singgah di Singasari (Tumapel).
  4. Arjunawijaya, Karya sastra periode Jawa Kuno dan tergolong muda Kisah ini bersumber pada Ramayana bagian akhir yang disebut Uttarakandha . Isi cerita mengisahkan peperangan prabu Dasamuka dengan saudara tuanya yang lahir dari lain ibu. Bersama Prabu Waisrawana atau Prabu Danaraja Kemudian dilanjutkan peperangan atara Dasamuka dengan Sri Arjunasasrabuhu raja mahespati yang berakhir dengan kekalahan Dasamuka.
  5. Sutasoma/Purusada-santa, kitab ini sangatlah terkenal dikalangan agama Budha. Kitab ini berisikan cerita mengenai Shang Hyang Budha menitis kepada putra Prabu Mahakethu, Raja Astina dan bernama Raden Sutasoma.
  6. Parthayadnya, bercerita tentang Pandawa kalah bermain dadu lalu, Dewi Drupadi ditelanjangi olah Sangkuni, kemudian dibawa ke hadapan Pertemuan Raja-raja.
  7. Niticasastra, Isi dari serat ini adalah contoh-cotoh sikap pemimpin yang diharapkan dari hal kepandaian, sikap dll.
  8. Nirarthaprakreta,Serat ini mengajarkan ilmu sepuh atau kesempurnaan. Dibicarakan tentang orang-orang baik, dan orang awon.
  9. Dharmachunya, Serat ini mempelajari filosifie dan mistik, bahasa yang digunakan sudah banyak yang rusak karena yang membuat tidak begitu bisa bahasa jawa kuna.
  10.  Haricraja,serat ini sama dengan serat Nicisastra sebagai diceritakan sang Mali , sang Sumali , sang Malyawan tiga sepupu sama-sama berdiri sebagai ratu. Sang Mali dan sepupunya membuat kerusakan , batara indra dan para dewa bingung ingin meminta pertolongan kepada batara siwah tetapi hiyang siwah tidak bisa membantu , para dewa meminta pertolongan kepada batara wisnu , kemudian batara wisnu pergi perang sang Mali dan sang Malyawan mati dipeperangan itu hanya sang Sumali yang hidup karena dia sembunyi di dasar-dasar sungai.


IV.            TUMBUHNYA BAHASA JAWA TENGAHAN

1.  Tantu Panggelaran, diceritakan bahwa Batara guru, menciptakan manusia di tanah Jawa yang saling berpasang-pasangan. Karena manusia pada jaman dahulu belum bisa berbicara, berpakaian, dan membangun rumah. Batara Guru memerintah Dewa untuk memberi ilmu kepada manusia Jawa agar bisa berbicara, berpakaian, dan membuat rumah dan alat-alat lainnya.
2.  Tjalon Arang, Cerita ini menceritakan seorang pendeta yang bernama Empu Baradah yang mempunyai anak putri yang bernama Wedawati. Saat Wedawati berumur 11 tahun, ibunya meninggal dan empu Baradah menikah lagi, tetapi anaknya tidak cocok dengan ibu tirinya. Kemudian anaknya ke makam ibunya dan tidak mau pulang. Kemudian Empu Baradah membuatkan Wedawati rumah disana.
3.     Tantri Kamandaka, Cerita ini menceritakan tentang dongeng hewan atau fabel seperti cerita kancil. Induk dari cerita tersebut adalah cerita Pantjatantra dengan bahasa Sansekerta dari tanah India tetapi saat sampai di Jawa sejak jaman Kuno.
4.  Korawacrama, cerita ini banyak diambil dari cerita Bharatajudha, Tantu Panggelaran dan lainnya.dalam cerita ini menyebutkan Syang Hyang Taja, kata Taja tersebut termasuk kata Jawa lugu, yaitu nama untuk menyebut Gusti Allah pada orang Jawa Asli. Seperti kata Syang Hyang Wenang, Syang Hyang Tunggal. Kata tersebut tergeser oleh orang Hindu menjadi Batara Mahadewa. Karena orang-orang Hindu semakin sedikit, Gusti Allah orang Jawa asli muncul kembali yang seatasnya Batara Guru. Kemudian Batara Guru, Syang Hyang Tunggal atau Syang Hyang Wenang menjadi dibawahnya Nabi Adam.
5.  Serat Kidung Subrata, termasuk serat djawa tengahan yang menggunakan tembang macapat. Berisi tentang filosofi yang bisa disebut mempunyai nilai filosofi tinggi.
6.        Kitab Pararaton, berceritakan kehidupan Ken Arok dari lahir sampai mati.


V.            SYAIR BAHASA JAWA TENGAHAN

Bahasa Jawa Tengahan muncul ketika berdirinya Kerajaan Majapahit. Pada jaman Kerajaan Majapahit, orang-orang banyak yang tidak paham dengan bahasa jawa kuna karena bahasa jawa tengahan sudah menjadi bahasa umum dan bahasa pemerintahan.
Hasil Karya pada Jaman Tengahan berupa Kidung, bersamaan dengan munclnya tembang macapat. Dalam Kidung bahasa jawa Tengahan ada yang melestarikan sekar ageng dan sekar kawi, tetapi tidak mengikuti aturan guru lagu karena sangat sulit, yang diikuti  hanya banyaknya “wanda” didalam “sapada-lingsa”.

1.        Dewa-rutji, Dalam Serat Dewa-rutji mengandung cerita tentang Sang Bima yang pergi ke laut dan menceburkan diri ke laut. Di laut Sang bima bertemu dengan naga Nabat-nawa, lalu berperang dengan Sang Bima, naganya kalah dan mati. Sang Bima pergi ke sebuah pulau dan disana bertemu dengan Dewa-rutji, dan Raden Wrekudara disuruh untuk masuk ke gua tempat Dewa-rutji dan diberi pengertian yang bemacam-macam serta nasihat.
2.        Serat Sudamala, Serat ini berisi tentang  cerita perjalanan pernikahan orang yang ruwat.
3.      Serat Kidung Subrata, termasuk serat djawa tengahan yang menggunakan tembang macapat. Berisi tentang filosofi yang bisa disebut mempunyai nilai filosofi tinggi.
4.    Serat Pandji AngreniSerat tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu: bagian pertama, raden panji menikahi dewi Angreni sampai dengan dewi candrakirana dan mempunyai anak. Bagian kedua, menceritakan ratu Nusa-Kentjana hampir suka dengan dengan saudaranya sendiri yaitu dewi Ngrenaswara. Bagian yang ketiga, menceritakan ada seorang pendeta di atas angin bertapa di arga Djambangan. Mempunyai anak perempuan Bikang Murdeja, dan 13 anak laki – laki, yang pertama berama Bambang Swatama yang ingin menikah dengan candrakirana.
5.        Serat Sri Tandjung, Serat yang berbahasa Jawa Tengahan ini bercerita tentang perjalanan hidup satria yang bernama Raden Sidapaksa yang pergi dari tempat tinggalnya. Cerita Sri Tandjung ini hanya terkenal di daerah sekitar Banyuwangi dan Bali.

VI.            JAMAN ISLAM
Pada masa kejayaan kerajaan Majapahit, orang islam ditanah jawa sudah berdatangan dari beberapa negara diluar Indonesia. Kebanyakan dari mereka tinggal didaerah sekitar pesisir, misalnya di Gresik, Tuban, Sidaju dll.
Mereka selain berdagang juga mengajarkan agama islam ditanah jawa, awalnya hanya mendapat respon baik dari kalangan kecil saja. Namun, semakin lama banyak yang ikut masuk islam.
1.        Het boek van Bonang, Serat ini masih berbahasa jawa tengahan gancar, tetapi isi yang terkandung didalamnya tentang islam. Kata-katanya dipengaruhi oleh bahasa Arab, itulah sebab mengapa sulit untuk diterjemahkan.
2.        Een Javaans Geschrift uit de 16e eeuw, Serat ini juga berbahasa jawa tengahan prosa. Isinya juga menerangkan tentang bab islam.
3.         Suluk Sukarsa, Serat ini berbahasa jawa tengahan berbentuk sekar, tetapi sekar dengan cara kuno, sekar syloka, jalan delapan-delapan empat kali, sudah tidak menggunakan guru lagu. Yang diceritakan dalam serat ini adalah bab mistik, hampir sama dengan cerita yang ada diserat Dewarutji. Bagian awal serat ini sudah hilang, tetapi yang hilang tidak terlalu banyak.
4.         Kodja djadjahan, Serat ini merupakan serat jawa zaman islam berbahasa jawa tengahan yang menggunakan serat macapat yang paling tua sendiri. Walaupun berisi pelajaran, tetapi berbentuk cerita. Yang membuat serat Kodja djadjahan belum diketahui siapa. Tetapi, pada baris terakhir diterangkan bahwa serat ini dibuat di Panaraga.
5.        Suluk wudjil, mawi sekar, Serat ini berisi tentang nasihat Sunan Bonang kepada Wudjil, seorang cebol yang diceritakan masih keturunan ratu dikerajaan Majapahit. Tetapi yang nomer berapa dan yang mana, tidak diterangkan disini.
6.        Suluk Malang-sumirang, Diceritakan dalam serat Suluk Malang-sumirang pekerjaannya Sunan Panggung ketika masuk ditumangan adalah sebagai paukumaning ketika berada di Demak. Isinya Suluk Malang-sumirang yaitu kesempurnaan akan menemui seseorang yang suka dengan sarak. Serat Suluk Malang-sumirang adalah serat yang sudah tua. Serat Suluk Malang-sumirang tersebut tidak dengan angka, namun disini diceritakan bahwa serat Suluk Malang-sumirang adalah buatan Sunan Panggung, sehingga ditelakakann dengan suluk Wudjil buatan Sunan Bonang.
7.         Serat Nitisutri, Serat Nitisutri ada pada jaman Surakarta pada 50 tahun silam. Isinya adalah ajaran kebaikan. Serat Nitisutri dengan serat Wudjil berbeda 5 tahun. Serat Nitisutri adalah buatana Pangerang Karanggajam di negeri Padjang.
8.        .Serat Nitipradja, Serat ini bisa dikatakan adik dari serat Nitisruti. Karena hampir semuanya meniru Nitisruti. Isinyapun banyak yang sama yaitu patinya memberi petua kepada orang-orang yang tinggi kedudukannya di dalam negara dalam hal ketatanegaraan dan cara memimpin rakyat. Serat Nitipradja menceritakan juga kisah Kodja-djajahan, lebih panjang jika dibandingkan dengan kisah yang terdapat di Serat Nitisruti.
9.        Serat Sewaka, Serat ini memuat petua-petua untuk orang yang mengabdi. Dari kutipan bagian awalnya sudah ada apa yang dimaksud petua-petua tersebut.
10.     Serat Menak,  Induk dari Menak yaitu cerita dari tanah Parsi. Bernama Hikayat Amir Hamzah. Yang dijadikan permulaan cerita adalah tentang Nabi Muhammad bertanya kepada baginda Ambyah yang di dalam serat Menak disebut Wong Agung(Orang Besar). Baginda Ambyah itu saudara baginda Abas dan paman Nabi.
11.    Serat RengganisYang diceritakan dalam Serat Rengganis yaitu ada salah satu pendeta yang bertapa di Redi Argapura, dijaman dulu sang pendeta tadi bediri di negeri Djamineran. Mempunyai seorang putri yang bernama dewi Rengganis, tidak lama istri dari sang pendeta tadi meninggal. Dewi Rengganis kemudian diasuh oleh ayahnya. Sang dewi sejak kecil sudah delajar bertapa dengan makanan yang dimakan hanya menghisap madu-madu dari bunga,sehingga sangat sakti dan bisa terbang.
12.    Serat manik mayaSerat ini diceritakan dijaman kartasura yang membuat yaitu Kartamursadah.  Kata Ah tersebut dalam namanya merupakan adat dari nama saudara sunda. Sehingga Kartamursadah saudara dari pasundan tidak begitu terang. Cerita yang ada didalam serat manik maja ini berwarna. Serat manik maya bahwa sang manik menjadi batara guru dan sang maja menjadi semar.
13.    Serat Ambija, berasal dari negara Arab ini ceritanya diawali saat Gusti Allah SWT membuat alam semesta (dunia) beserta isinya. Serat menceritakan tentang kisah Nabi Admam beserta Ibu Hawa. Intinya serat Ambija itu khusus menceritakan perjalanan hidup para Nabi.
14.     Serat Kandha, serat ini dimulai dengan cerita pada saat Nabi Adam sudah mempunyai anak banyak. Serat kandha juga menceritakan tentang prosesi pernikahan yang wajar. Didalam serat Kandha tiap banya sudah diberikan sengkalan (angka tahun), tetapi belum sempurna.

VII.            JAMAN SURAKARTA AWAL
1.      Kjahi Jasadipura I dan II, yang sebenarnya membangun Kapustakan Djawi pada zaman Surakarta awal adalah dua orang. Yaitu, Kjahi Jasadipura I dan II, bapak dan anak, Jasadipura II kemudian bernama Raden Tumenggung Sastranagara.
2.      Serat baratayuda, Serat ini karya Kjahi Jasadipura, dari menerangkan Serat Brarata-juddha yang sudah dibicarakan didepan. Sedangkan caranya manerangkan, tidak sama dengan menerangkan Serat  Ramayana. Serat Brarata-juddha lebih muda daripada Serat Ramayana, jadi bahasanya lebih mudah daripada Serat Ramayana. Karena itu, kyai itu tidak begitu kesusahan.
3.      Serat Panili-sastra,serat ini sebenarnya serat Nitisastra yabg sudah dibicarakan didepan, namun dbuat di bahasa kataSaya menyampaikan serat ini dengan mengambil dari DR D. L. MOUNIER, dibuat pada saat 1843 tahun masehi (di Surakarta, pada jaman I.S P.B. VII) jadi masih mirip dengan jaman Jasdipuran. Kutipan DR MOUNIER kurang lebih sebagai berikut :
4.      Serat Aardjuna-sasra atau Lokapala, Serat ini juga karya Kyai jasadipura II, diambil dari serat Ardjuna-Widjaya (No.30). isinya sebagaiberikut : purwaning reh panoning mamanis, mukirtya ring agnja prabwatmadja, ri Surakarta mandireng, djawi sahananipun sing pat belas Respati manis, Djunadilawal asta, gatitanya nudja, Djimakir sewu kalawan, pitung atus tjalur sat (1746) mangka palupi, prabu Sahasabrodja.
5.      Serat Darmasunja, serat ini juga jasanya kjahi jasadipura II. Dengan pokok bahasan yaitu serat darmasunja no 35 yang sudah dikatakan diatas bahwa serat darmasunja sudah agak lama, sehingga rusak dan rasanya juga banyak yang gelap.
6.      Serat dewa-rutji djarwa, Kyai Yasadipura juga mengatakan bahwa serat dewa-rutji yang dulu sangat pendek karena ditukar dengan serat pasinden badaja di kraton suralarta.Serat dewa-rutji masih ada yang memakai sekar ageng. Yaitu yang apurwoko. Ternyata serat ini ada sangkalanya: maletiking- dahana-goraning-rat=1730 tahun jawa. Jadi serat mocopat dulu dijadikan serat ageng.
7.      Serat menak, Serat menak jasadipura yaitu serat menak kartasura. Serat ini menggunakan bahasa jawa. Tetapi dijaman sekarang, jaman yang baru ini banyak yang sudah tidak dipakai.
8.      Serat Ambia Yasadipura, Kjahi Jasadipura juga membangun Ambija yang sudah pernah disampaikan sebelumnya. Serai ini (Ms. B. G. No.10) dengan sengkalan djanma-tri-goraning-adji yaitu tahun Jawa 1731.
9.      Serat Tadjusalatin, Serat ini berasal dari serat bahasa melayu yaitu Maha Kota Segala Radja-Radja. Dibuat dalam bahasa jawa,dalam sek aJasadipura, di tahun 1139 hijriyah, tahun jawa 1726.
10.  Serat Tjebolek, serat ini menceritakan perjalanan Haji Mutamangkin,namanya Ki Tjebolek  karena merusak syariat memelihara anjing dsb. Lalu digugat ulama setanah jawa yang dipimpin Ketib Anom di Kudus.  Lalu laporan ke Kartasura,kekediaman Sinuhun P.B.II . keputusan Ki Tjebolek dimaafkan,dia pun bertobat.
11.   Serat Babad Gijanti, serat ini juga disebut Babad palihan nagari. Yang diceritakan sesudah kraton inda ke Surakarta karena dirusak oleh Cina, Pangeran Mangkubumi keluar,dari tempat duduk ,tanahnya  berkurang banyak sekali, lalu perang musuh kraton Surakarta. Sesudah perang pangeran Mangkubumi disembah oleh pangeran lainnya,yang sebenarnya tidak menerima. Pangeran Mangkunagara juga menyembah lalu dijadikan senapati di perang. Didalam perang tersebut pangeran Mangkunagara pisah dari Mangkubumwn malah jadi musuh. Pangeran Mangkubumi tetap di Kratonnya di tanah Mataram,yaitu Kraton Yogyakarta dengan julukan Kanjeng Sultan Hamengku Buwana I.
12.  Serat  Sasanasunu, serat ini juga disebut Kjahi jasadipura II. Pelajaran ini menyangkut perjalanan islam jawa.Pelajaran  tadi dibagi menjadi 12 yaitu:
a.    Yen tinitah dados tiyang dening Allah
b.    Yen pinaring sandang teda
c.    Yen anggenipun pados sandanf teda wau medala saking tapak tanganipun
d.   Yen saking dawuhing allah kadawuh Islam manut kanjeng Nabi Muhamad SAW
e.    Bab panggangge lan pakareman
f.     Bab lampahipun tiyang mimitran,kekancan,saminipun
g.    Bab neda,tilem,lelampah,kekesahan
h.    Bab angurmati tamu
i.      Bab wedaling catur utawa wedaling pikiran
j.      Bab dados tiyang ageng utawa tiyang alit
k.    Bab sudaning drajat lan gingsiring wahyu punapa sababipun
l.      Kedah nyumerepi obah osiking jagat.
Pelajaran di Sasanasunu juga dirangkap pelajaran dari serat Ramayana. Itu sudah cukup untuk bekal lahir batin.
13.  Serat Wijara Keras, serat ini juga pembelajaran dari Kjahi Jasadipura II. Namanya sudah menunjukan,Witjara Keras=Tjatur Kentjeng artinya disini Kjahi tersebut sudah sedih dengan keadaan Surakarta disaat jaman itu. Serat Witjara Keras selanjutnya bernama Onde-Onde Patih sudah pernah dicetak, tapi sekarang sajaknya sudah sangat langka.
14.  Serat Witjara Kears, Dilihat dari nama serat ini sudah jelas bahwa serat ini menggunakan nada bicara yang keras (kuat). Serat yang juga hasil jasa dari Kjahi Jasadipura II ini menunjukkan bahwa pada saat itu keadaan di Surakarta sedang mengalami berantakan.
15.  Sinuhun P. B. IV, Sinuhun Paku Buwana IV juga berjasa dalam sertan Wulang-reh. Serat ini pada zman dahulu sangat terkenal dan diperhatikan sangat oleh orang-orang Surakarta. Serat ini digunakan sebagai tuntunan hidup Jawa di Keraton.
16.  Kjahi Sindusastra, Kjahi Sindusastra adalah abdidalem carik di ka-Purbajan. Serat yang paling terkenal buatan Kjahi Sindusastra adalah Ardjuna-sasrabahu yang menggunakan sejarah serta cerita Sugriwa-Subali. Induk yang dipakai dalam serat ini terlihat jelas adalah dari serat Kandha yang di urut serta di ubah.
17.  Kangdjeng Pangeran Arja Kusumadilaga, Kangdjeng Pangeran Arja Kusumadilaga adalah putera dari Kangdjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi I di Surakarta. Serat yang menjadi karyanya adalah Djagal Bilawa, Lingga Pura, Semar Ndjantur, Kartawijoga Maling, dan ajaran dalang yang bernama serat Sastramiruda.
18.  Kangdjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Sinuwun P. B. V), Kangdjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Sinuwun P. B. V) sanagt senang sekali dengan serat-serat. Terbukti bahwa hampir seluruh serat buatan Kjahi Jasadipura II adalah perintah dari Kangdjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Sinuwun P. B. V). Diantaranya adalah serat Tjentini, yang berinduk pada serat yang berasal dari pesisir yang bernama Djatiswara. Serat ini kemudian dikarang kembali dan dijelaskan secara rinci menjadi serat Tjentini.
19.  Raden Ngabehi Ranggawarsita, Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah anak dari Jasadipura II. Jadi keturunan pujangga asli. Serat yang pernah dibuat menurut buku ini diantaranya adalah :
20.  Paramajoga,Serat Pramajoga ini beriduk pada serat Kandha yang oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita dibuat dalam bentuk gancar, dibangun serta di ubah banyak sekali. Perubahan itu sebagian besar diperoleh Raden Ngabehi Ranggawarsita dari cerita temannya orang Belanda. Serat ini sudah dicetak menggunakan aksara Jawa tahun 1922.
21.  Serat Djitapsara, Serat ini juga dibuat oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita, yang ceritanya hampir sama seperti yang telah disebut pada serat Paramajoga. Tetapi kata-kata pada serat Djitapsara ini cara Ngajodja yang dibuat matjak.
22.  Serat Pusataka-raja, Inti serat ini adalah diambil dari serat lakon wayang dari cerita yang didapat oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita yang berasal dari negara Belanda, serta dongeng-dongeng yang sejak zaman dahulu sudah ada. Kemudian semua itu dibangun serta diubah oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita.
23.  Menulis Tjemporet
24.  Menulis Tjemporet  itu berasal dari R. Ng. Ranggawarsita, dari Sri P.B. IX tahun 1790. Yang di dapat padan menulis Tjemporet tersebut diambil dari salah satu menulis Tantupanggelaran. Kemudian diperbaiki lagi oleh R. Ng. Ranggawarsita. Ada beberapa ratu yang berdiri di Jepara, di Pagelen, dan di Prambanan. Diantaranya ada Sri Karungkala, Sri Katungmalaras, Sri Sandanggarbe. Mereka adalah anak yang sudah berhasil berkelana dari negara mereka  masing-masing.
25.  Anak Pagelen yang bernama R. Djaka Pramana berada di desa Jengkarsari  yang berada di mbah Tjemporet, menikah dengan anak buah  ki Tjemporet yang bernama Kaumenjar. Dan Rara Kumenjar itu adalah anak dari ratu Jepara. Anak buah tersebut mengharapkan sarana yang pantas untuk berbicara. Sesudah bab tersebut kemudian menjelaskan tentang semua anak yang berhasil dari negara tersebut di atas, pada pulang ke negaranya. Di dalam perjalanan pulang, mereka melewati  pemandangan yang sangat bagus ( elok). Bab keelokan itu tidak jauh dengan yang ada di menulis Pustakaradja.
26.  Menulis Tjemporet tersebut  sama dengan tembang macapat serta sudah tercetak dalam pengarang tuan Rusche di Surakarta, pada tahun masehi 1856. Seperti yang di uraikan di atas, sama dengan sandi yang lengkap. Tembang Dandang-gula.
27.  Babad Prayut, babad prajut ini kelanjutan dari babad Giyanti. Maka dari itu nama Prayut  karena menjelaskan sesudah selesai perang Giyanti, kemudian istri  K.P.H. Mangkunagara, yang bernama Ratu Bandara anak dari Kanjeng Sultan di Ngajogya berpisah, dari permintaan K. Sultan yang berkeinginan untuk menjadi perang kecil-kecilan, saling menjatuhkan Ngajogya dan Surakarta.tetapi kemudian keduanya selasai dari kerukunan. Kemudian itu menjelaskan adanya parang kecil-kecilan. Misal seperti perang P.H. Prabudjaka, dengan perang R. Wiratmedja.
28.  Babad Pakepung, menjelaskan tentang  adanya seseorang yang di anggap sakti. Yang bernama Bahmana.Yang seperti itu  tadi kemudian menjadi pengucapan Gupermen, pada kerajaan Ngajogya. Sehingga akan dapat menjadikan pertempuran. Di kerajaan Surakarta kemudian terkepung barisan dari kerajaan Ngajogya. Di kerajaan Surakarata terlihat sangat rusuh dan ramai karena terjadi perlawanan.  Sesudah perlawanan tersebut  di Surakarta sepertinya ada seorang yang sakti, maka itu yang menjadi perlawanan terjadi.

B.     KRITIK
Dalam buku ini penulis menjelaskan sejarah dan isi cerita. Perbedaan antara kitab-kitab muncul saat adanya kitab islam yang mulai memunculkan Allah dan para Nabi diatas para dewa-dewa.