A
|
khir pekan lalu (7/6), Taman Mentri
Supeno atau yang lebih dikenal dengan Taman KB diramaikan oleh kerumunan
masyarakat yang menyaksikan kegiatan Pekan Kesenian Rakyat Jawa Tengah.
Kegiatan Pekan Kesenian Rakyat Jawa Tengah atau PKRJT adalah kegiatan rutin
yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jawa Tengah.
Pentas kesenian malam itu merupakan gelaran yang ke 8 setelah sebelumnya
dilaksanakan ditempat yang sama pada bulan April lalu.
Pada
malam itu ditampilkan kesenian rakyat Gatoloco yang berasal dari Temanggung dan
Laesan yang berasal dari Lasem, Rembang. “Laesan adalah suatu kesenian
kuno rakyat Lasem yang berarti hampa yang di terjemahkan dalam lakon yang
terlihat kosong seperti terhipnotis dan bergerak berdasarkan harmonisasi
tembang yang dilantunkan, semakin harmonis tembang mengalun, semakin lama
Laesan dapat bangkit,” ujar Yon Suprayoga salah satu pengiat kesenian ini.
Didaerah Lasem sendiri grup kesenian ini mereupakan satu-satunya grup Laesan. Kesenian
Laesan sendiri dimainkan oleh seorang penari laki-laki yang menari dengan
gerakan gemulai bak bidadari. Dalam pertunjukan Laesan, sang penari diiringi
oleh beberapa orang pemain alat musik berupa bambu/disebut juga dengan “Jug”
yang dipukul-pukul, sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang ritmik. Sementara
beberapa orang menjadi penembang/sinden yang menyanyikan tembang dalam bahasa
jawa kuno khas pantura.
Pada zaman presiden Soeharto dulu,
kesenian ini sempat dilarang karena dianggap kafir karena dilakukan dengan cara
menghilangkan kesadaran para pemain. Selain itu menurut Yon
Suprayoga, sekitar pertengahan tahun 60-an kesenian Laesan diadopsi oleh PKI
melalui LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) untuk menyebarkan komunisme di tanah Lasem. Namun
setelah beberapa tahun belakangan Laesan kembali meraih kejayaannya. Hal ini
dikarenakan perubahan stigma masyarakat yang semakin mampu menilai dan melihat
Laesan sebagai kesenian yang wajib untuk tetap dilestarikan. Selain itu
sesungguhnya Laesan merupakan kesenian yang memiliki ajaran-ajaran yang baik.
Laesan yang asli memiliki empat
babak besar permainan. Sesi pembuka adalah ela elo. Pemain dikerangkeng lalu
dimasukkan ke dalam kurungan. Selama babak ela-elo
yang merupakan simbol manusia ada dalam genggaman dan ikatan dunia, seluruh
pemain Laesan tanpa kecuali menyanyikan syair “la illah ha Ilallah iki sari laes” secara berulang-ulang.
Dilanjutkan
babak kedua Uculna Bandanira, simbol
pelepasan manusia dari ikatan belenggu dunia. Seluruh pemain ganti menyanyikan
syair “uculna bandaira iki sari laes,
dunung Allah dunung, sapa isa nguculna kejaba Pengeran ira, iki sari laes”
juga secara berulang. “Sesi ini ditandai dengan kurungan bergerak-gerak.
Pertanda Laesan telah trance dan lepas dari ikatan yang tadi membelenggunya.
Pemain Laesan lantas akan keluar dan menari keliling arena di dampingi dua
pengawas,” kata Ngalim salah satu koordinator. Dia menambahkan babak ketiga
dari Laesan adalah babak permainan yang menyimbolkan berbagai kehidupan manusia.
Misalnya permainan yang diiringi syair Kembang
Gedhang dan Jaran Dawuk, penari
laesan yang sudah keluar dari kurungan, dengan menyentuh penonton yang
dikehendaki seketika itu pula penonton langsung trance juga. ”Ada juga
permainan dengan syair Luruo Sintren
dan Lereng Lereng. Luruo Sintren
dipercaya bisa menyembuhkan penyakit orang yang dipegang Laesan. Sedangkan
Lereng-lereng dipercaya bisa menghilangkan segala tuah gaib,” terang dia.
Babak
terakhir dari Laesan disebut dengan nama Lara
Tangis, simbolisasi kematian manusia. Selama babak ini, seluruh pemain
khidmat dan hening menyanyikan berulang-ulang syair, “ana tangis layung – layung, larane wong wedi mati. sapa bisa
ngelingna, kejaba Pengeran nira.”
Dapat dilihat
bahwa Laesan sebenarnya memiliki makna dan filosofis yang sangat mendalam. Hal
ini menunjukan daurhidup manusia mulai dari lahir kedunia sampai meninggal.
Dengan demikian, apapun wujudnya kesenian merupakan hasil cipta rasa dan karsa
manusi yang patut untuk tetap dilestarikan sehingga dapat tetap terus dikenal
generasi penerus bangsa nantinya. (Met)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar