Selasa, 25 September 2012

CERITA KETOPRAK


KEMBANG PUDHAK KENCANA

Raja Kerajaan Kediri  Prabu Lembu Amisena nggawe sayembara kanggo ngalahake Prabu Klana Sambega kang gawe ora tentreming kerajaan. Sapa wae sing isa ngalahake Prabu Klana Sambega bakal didadeake bojone anake sing jenenge Ratna Kuning. Prabu Lembu Amisena ngutus Patih Kuda Sinumpit supaya golek wong kang nduweni pusaka Kembang Pudhak Kencana amerga Prabu klana Sambega mung isa gugur karo pusaka kuwi.
Ing desa cilik Argasari, Jaka Sembara lan bojone Lambang Sari mangkat menyang kutha Kediri saperlu golek pagawean. Satekane Kediri, Jaka Sembara dicegat dening Patih Kuda Sinumpit. Banjur Jaka Sembara nyritaake yen dheweke lan garwane duwe kapinginan kanggo golek pagawean ing Kediri. Kanthi mengkono dheweke banjur ditanting kanggo ngalahake Prabu Klana Sambega. Jaka Sembara gelem nadyan garwane ora ngintukake. Jaka sembara banjur mangkat perang lan Lambang Sari dititipake marang Patih Lembu.
Ing paprangan Jaka Sembara isa ngalahake Prabu Klana Sambega nganggo pusakane Kembang Pudhak Kencana lan Prabu Klana Sambega gugur. Miturut sayembara mau Jaka Sembara bakal intuk upeti yaiku bias dadi bojone putri Retna Kuning. Jaka sembara diintukake mlebu keputren kanggo nglamar Ratna Kuning. Ananging dewi Retna Kuning jebul ora gelem. Semana uga dening Jaka Sembara amerga dheweke wis duwe bojo Lambang Sari. Kanthi mengkono banjur Jaka Sembara bali menyang Argasari.
Ning desa Argasari Lambang Sari kethar-kethir merga wis suwe Jaka Sembara durung bali saka paperangan ing Kediri. Banjur Patih Kuda Sinumpit teka lan gawa kabar yen Jaka Sembara gugur ing paperangan kanthi maksud supaya Lambang Sari bisa digarwa dening dheweke. Krungu bab kuwi Lambang Sari sedih atine. Banjur patih Kuda Sinumpit medharake yen dheweke gelem dadi bojone, ngganteake Jaka Sembara ning Lambang Sari ora gelem. Merga ora gelem banjur dheweke dipeksa dening Patih Kuda Sinumpit. Dewi Lambang Sari banjur mlayu lan kepethuk dening Jaka Sembara. Banjur dheweke nyritaake yen dheweke wis diapusi dening Patih Kuda Sinumpit,sing nduweni maksud kanggo nggarwa dheweke. Jaka Sembara lan Patih Kuda Sinumpit banjur perang tandhing lan Patih Kuda Sinumpit gugur dening keris pusakane dhewe.

Kedudukan Wanita dalam Keluarga Jawa

Dalam keluarga Jawa masa lalu, kedudukan wanita masih dipandang sebelah mata. Pada masa itu wanita memiliki kedudukan yang lebih rendah dibandingkan dengan pria. Kodrat wanita Jawa yang berkedudukan sebagai istri dan mengurus rumah tangga.Begitu pula sama halnya dengan masalah pendidikan. Orang jawa jaman dul masih menganggap Wanita Jawa khususnya tidak memerlukan pendidikan karena hanya berperan di rumah saja.Hal inilah yang menimbulkan munculnya pandangan rendah terhadap kedudukan wanita Jawa pada masa itu.
Meskipun dalam kultur Jawa, kedudukan wanita ditempatkan pada posisi sebagai tiyang wingking hal ini bermaksud bahwa wanita berperan saling melengkapi di samping laki-laki. Walau diakui budaya Jawa lebih memberikan keleluasaan gerak dan kesempatan bagi laki-laki di bandingan perempuan.
Dalam keluarga Jawa seorang wanita (istri) tidak boleh berbuat sesuka hatinya, dia terikat oleh aturan yang ada. Seorang wanita (istri) harus menghormati suami dan berbakti kepada suami. Jika wanita tidak menghormati suaminya, maka yang disalahkan adalah orang tua si istri tersebut dengan anggapan orang tuanya tidak bisa mendidik dan tidak bisa memberikan nasihat kepada anaknya. Seorang wanita harus benar-benar ingat dan menyadari dengan sepenuh hati bahwa sesungguhnya dirinya berada dalam wewenang laki-laki (suami). Hendaknya seorang wanita dalam keluarga Jawa selalu bermulut dan bertingkah laku manis, berwajah manis dan berbicara dengan lemah lembut.
Dari sisi budaya dan nilai-nilai luhur seorang wanita dalam keluarga sesungguhnya memiliki peran yang sangatlah besar. Sebagai seorang ibu, wanita  berlaku sebagai pendidik utama bagi putra-putrinya. Wanita atau ibu pulalah yang mengenalkan anak pertama kali untuk berpikir dan berbicara. Selain itu seorang wanita merupakan pemegang kunci segala bentuk pendidikan. Dalam hal ini, orang tua berperan dalam memberikan pendidikan budaya, sosial dan moral terhadap anak. Dari sinilah seorang anak akan belajar dalam menghadapi kehidupan sosial di masyarakat pada umumnya. Pembangunan moral generasi muda tergantung pula pada moral wanita sebagai ibu dan pendidik. Nilai-nilai Jawa yang ada semakin bersaing dengan adanya arus globalisasi. Bahkan ada pendapat yang mengatakan “mulia tidaknya hidup seorang wanita tergantung pada moralnya”. Selain itu etika sebagai satu ajaran moralitas yang memberi arah bagaimana sesungguhnya hidup yang religius sesuai dengan tuntunan agama dan norma sosial.
Namun pada masa sekarang ini nilai-nilai tersebut telah bergeser dan berubah. Kedudukan dan derajat wanita pada masa sekarang sudahlah rata jika dibandingkan dengan pria. Baik dalam pendidikan, karier dan fungsi dalam kehidupan bermasyarakat. Wanita Jawa dituntut untuk selalu bersikap sabar, legawa, dan patuh, namun juga dituntut menampilkan kecerdasan, kewibawaan dan berahlaqulkarimah.
Pada zaman sekarang kehidupan wanita berdampingan dengan pria tidak hanya di dalam rumah tangga tetapi dalam juga di luar rumah. Hal ini berarti bahwa wanita (istri) harus bisa mengurus rumah tangga (keluarga) sebagai pendidik (ibu) terhadap anak-anaknya, di samping bertugas sebagai pendamping suami dalam membantu perekonomian keluarga. Sikap dan pandangan hidup itu perlu dihayati agar para wanita Jawa tidak tercerabut dari akar budayanya ketika harus berhadapan dengan proses perubahan termasuk di dalamnya ialah arus globalisasi.
Pada masa mendatang peran wanita semakin berat karena bebannya bukan hanya sebagai ibu dan sebagai istri pendamping suami, tuntutan kualitas hidup wanita untuk menjadi diri sendiri agaknya memunculkan persoalan tersendiri. Gerakan Fenimisme berdampak pada bergesernya nilai kewanitaan secara ekstrem, yaitu mengabaikan norma kewanitaan tradisional yang sebenarnya adiluhung. Jika pikiran dan mental demikian dibiarkan, lambat laun para wanita Jawa khususnya, dan wanita Indonesia umumnya, dimungkinkan akan tercerabut dari norma atau etika kulturalnya yang bersumber pada warisan budaya Jawa.
Tidak ada salahnya jika wanita masa kini menengok kembali nilai-nilai warisan budaya Jawa dan mempelajarinya. Mengingat situasi sekarang ini, zaman terus berkembang, segala nilai yang adanya sedikit berubah, akibatnya banyak wanita modern yang kehilangan orientasi hidup. Mewujudkan persamaan hak tanpa memedulikan karakteristik kejawaan bertentangan dengan hukum penciptaan Tuhan dan menyimpang dari asas keadilan dan sosial di masyarakat.