Perbedaan Serat Kandha dan Pustaka Raja Purwa
A.
Serat Kandha
Serat kandha diciptakan pada zaman Kartasura awal,
seangkatan dengan Serat Manikmaya dan Serat Ambiya. Serat Kandha menggabungkan
unsur hindu, islam, dan jawa. Terdapat kisah para nabi yang dikemas ala Jawa
dan Serat Kandha itulah yang selama ini populer dikalangan masyarakat Jawa,
bahkan pernah juga diajarkan disebagian sekolah dasar dimasa lalu. Secara garis
besar, cerita itu boleh dibilang menunjukkan kemenangan Islam dalam
perkembangan dari zaman Hindu-Budha.
Dalam
penjelasan J.J.Rass, Serat Kandha merupakan jenis sastra yang muncul pada zaman
pesisir yakni pada zaman antara dua
kerajaan besar, Majapahit dan Mataram pada sekitar abad ke-16. Pigeaud
memberikan keterangan bahwa Serat Kandha berisi tentang sejarah universal yang
diciptakan oleh kebudayaan pesisir Jawa Tengah. Pada jaman pesisir inilah
dikatakan bahwa kebudayaan jawa mengalami pembaruan. Serat Kandha ini diperinci
lebih jelas lagi dalam Serat Kandhaning Purwa atau buku wayang purwa. Melalui
nama inilah, dapat ditunjukan bentuk hubungan antara sejarah umum dengan
pertunjukan wayang. Dapat dimungkinkan bahwa pengarang Serat Kandha dan dalang
pertunjukan wayang menggunakan modal tradisi yang sama untuk menyinggung
mengenai sejarah epik dan hal yang bersifat mitos.
Pada zaman
Mataram Serat Kandha tampak lebih penting peranannya sebagai legitimasi bagi
dinasti raja-raja Mataram berdasarkan atas genealogi. Di Fakultas Sastra Universitas
Indonesia (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) terdapat Serat Kandha yang
bertuliskan dengan arab pegon yang berisi cerita dari mulai Nabi Adam dan
keturunannya hingga cerita tentang Watugunung. Serat Kandha memuat tentang
kronik sejarah, babad, maupun siklus cerita wayang yang bermula dari Nabi Adam
sebagai nenek moyang dari para nabi atau dewa. Untuk mempermudah maka dilakukan
pengalihan aksara kedalam bentuk macapat yang diprakarasi oleh Dr.Th.Pigeaud
pada tahun 1940 yang ditulis episode per episode. Pada jilid ke-1 terdapat 34
episode cerita, jilid ke-2 sebanyak 39 lakon yakni dari episode ke-35 sampai
episode ke-73.
B.
Pustaka
Raja Purwa
Serat
Pustaka Raja Purwa adalah
salah satu serat/kitab atau buku yang dikarang oleh Raden Ngabehi Rangga Warsita yaitu
seorang pujangga keraton Surakarta pada abad ke-19. Buku ini berisi
cerita Mahabarata dan Ramayana yang ada sejak pertama dikenal di
Indonesia. Pustaka raja purwa
adalah kumpulan cerita yang dipakai sebagai acuan oleh para dhalang dalam
pertunjukan wayang kulit di pulau Jawa., Sumber kedua cerita tersebut terbagi menjadi dua
bagian:
·
Pustaka Raja Purwa yang memuat
cerita asli dan terjemahan dari India yang banyak
dianut di Indonesia pada kira-kira 800 tahun pertama sejak tahun Jawa/Saka 1 sampai tahun Saka 800 (tahun 100M – tahun 878 M),
dan
·
Pustaka Raja yang memuat cerita
carangan (berarti dahan dalam bahasa Jawa) dari cerita Ramayana dan Mahabarata aslinya. Bentuk carangan atau
modifikasi ini berisi cerita asli yang telah ditambah dan dibumbui sehingga
sesuai dengan keadaan bumi Indonesia dan mempunyai arti falsafah yang mendalam
bagi masyarakat Jawa pada kurun waktu 800 tahun sesudahnya (tahun Saka 800
sampai tahun Saka 1600, yaitu pada saat akhir pemerintahan Prabu Brawijaya V). Bagian
ini justru yang popular saat ini dan menjadi ciri khas dari kebudayaan wayang kulit Indonesia
yang telah diakui oleh UNESCO sebagai
warisan budaya dunia atau Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia (Masterpiece
of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Buku Serat Pustaka Raja ini dikumpulkan dan diterbitkan oleh Sri Paduka
Mangkunegara VII menjadi 37
jilid yang terbagi menjadi 3 bagian utama:
·
cerita mengenai Pendawa (pada jilid
3 sampai 34), dan
·
cerita mengenai Sri Rama atau
Ramayana (pada jilid 35, 36 dan 37).
Walaupun sumber cerita dari pustaka raja purwa ini berasal dari Mahabarata dan Ramayana dari India, namun
beberapa isi detailnya telah disesuaikan dengan keadaan di pulau Jawa pada
waktu itu. Beberapa modifikasi cerita ini misalnya dewi Drupadi dalam cerita aslinya adalah istri
dari kelima saudara Pendawa, tetapi dalam pustaka raja purwa ia
hanya dinyatakan sebagai istri dari saudara tertua Pendawa yaitu Puntadewa (Yudistira). Hal ini untuk menghindari
kemungkinan timbulnya konflik sosial, karena seorang wanita tidak bisa
mempunyai 5 orang suami. Hal ini penting karena di pulau Jawa, cerita wayang
dipakai sebagai petuah, contoh dan pedoman hidup kebanyakan masyarakat pada
waktu itu.
Judul lakon cerita dalam pustaka raja purwa ini ada lebih dari
177 lakon/lampahan dan di antaranya adalah (dalam bahasa Jawa):
1. Manikmaya,
yaitu cerita mengenai Manik (Bathara Guru di kahyangan) dan Ismaya (Semar di
alam marcapada/dunia).
2. Watugunung,
yaitu cerita mengenai Raden Buduk dari kerajaan Gilingwesi yang mengawini
ibunya sendiri.
3. Mumpuni,
yaitu cerita mengenai perkawinan antara dewi Mumpuni dan bathara Yamadipati.
4.
Wisnu krama
5.
Bambang Kalingga/Sekutrem
6.
Palasara krama
7.
Dewabrata
8.
Pandu lair
9.
Narasoma kawin
10. Puntadewa
lair
11. Suyudana
lair
12. Bima bungkus
13. Arjuna lair
14. Yamawidura
kawin
15. Pandhu papa
16. Palgunadi
17. Bale
sigala-gala
18. Babad alas Wanamarta
19. Arimba
20. Mustakaweni
21. Antasena
lair
22. Gathotkaca
lair
23. Pergiwa-Pergiwati
24. Gathotkaca
kawin
25. Gathotkaca
dadi ratu
26. Sasikirana
27. Brajadenta
mbalela.
28. ……
29. Wahyu
cakraningrat
30. Jagal
Abilawa
31. Kresna duta
32. Kresna gugah
33. Seta gugur
34. Bambang
Wisanggeni
35. Pendawa dadu
36. Yudayana
ilang
37. …
38. Arjunawiwaha
39. Sumantri
ngenger
40. Dasarata
kawin
41. Dewi Sinta
lair
42. Rama kawin
43. Tundhungan
44. Rama duta
45. Rama
gandrung
46. Rama tambak
47. Pejahipun
Kumbakarna
48. Pejahipun
Indrajid
49. Pejahipun
Dasamuka
50. Sinta obong
51. Rama obong
52. Rama nitis
53. dan
lain-lain.
C.
Perbedaan Serat Kandha dan Pustaka Raja Purwa
No.
|
Serat Kandha
|
Pustaka Raja Purwa
|
1.
|
Ditulis pada abad ke-16
|
Ditulis pada abad ke-19
|
2.
|
Mengisahkan tentang
peradaban kerajaan Mataram dan Majapahit
|
Mengisahkan tentang kisah
Ramayana dan Mahabarata
|
3.
|
Mengisahkan tentang
pertumbuhan agama Islam
|
Mengisahkan tentang
peradaban Hindu-Budha
|
4.
|
Mengkisahkan kehidupan
para nabi
|
Mengkisahkan kehidupan
para dewa
|
5.
|
Terdiri dari 2 jilid (73
lakon/episode)
|
Terdiri dari 37 jilid (
177 lakon/episode)
|
6.
|
Berbentuk pupuh tembang
macapat
|
Berbentuk prosa
|
7.
|
Berasal dari pesisir
pulau jawa
|
Berasal dari kraton
Surakarta
|
8.
|
D.
Persamaan Serat Kandha dan Pustaka Raja Purwa
No.
|
Persamaan Serat Kandha dan Pustaka Raja Purwa
|
1.
|
Dijadikan sebagai
landasan cerita wayang.
|
2.
|
Dimodifikasi dengan
menyesuaikan keadaan di Indonesia khususnya Jawa
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar